Friday, 22 February 2008

Cerita Lucu

Tips Telepon ala Tina

Oleh: Atik Sifhu

Pencet sana pencet sini yang berdering malah telepon sendiri

ALKISAH, sudah menjadi tradisi BMI teladan, setiap bulan sehabis gajian kirim uang buat keluarga di Indonesia. Dan sudah menjadi kebiasaan pula para BMI teladan setiap pagi, setelah majikan berangkat kerja, langsung angkat telepon.
Nggak peduli soal pulsa, tinggal cari utangan langsung bisa ngobrol dengan teman sambil duduk manis di sofa. Pekerjaan di rumah menumpuk juga nggak ambil pusing. Yang penting majikan pulang, pekerjaan sudah selesai dan makanan sudah siap di meja.

Tersebutlah Tina, temenku yang punya kebiasaan seperti itu. Setiap pagi pasti meneleponku untuk mengajak ngobrol. Padahal yang diomongin ya itu-itu saja. Kalau bukan masalah majikan, ya anaknya majikan, bobo, baju, makanan sampai pengalaman terakhirnya.

Ceritanya, beberapa minggu lalu Tina habis gajian dan mengirim uang ke keluarganya di Indonesia. Kali ini, karena ingin cepat sampai, dia pun memilih salah satu remittance yang banyak bertebaran di Causeway Bay yang menurut hasil konsultasinya dengan beberapa teman merupakan remittance paling cepat.

Dua minggu berselang Tina telepon ke Indonesia. Dia kaget bukan kepalang karena ternyata uangnya belum juga sampai. Padahal selama enam tahun jadi BMI belum pernah mengalami keterlambatan sampai dua minggu. Segeralah dia mengambil bukti pengiriman dan mengoreksinya. Mulai dari nama pengirim, nama penerima, nomer rekening, dan jumlah uang yang dikirim. "Padahal nggak ada yang salah tuh..." ujarnya bercerita.

Secepat kilat diangkatnya telepon rumah dengan maksud menelepon dan protes ke perusahaan remittance tempat dia mengirim uang. Jari jemarinya bergerak lincah tut tut tut dan nada sambung pun mengalun merdu di telinga Tina. Bersamaan dengan itu ponsel Tina yang selalu setia menemaninya setiap majikan tidak di rumah pun langsung menjerit, mengalunkan lagu dangdut kegemarannya.

Sigap Tina mengangkatnya, "Way....way....," telinga kiri menempel telepon rumah majikan sementara telinga kanan menempel ketat ponsel kesayangannya.

Ajaib pembaca sekalian, bahkan rambut alis si Tina pun sampai berdiri karena keheranan, karena suara yang keluar dari mulutnya malah masuk lewat telinga kiri alias terdengar di telepon rumah majikan.

Ternyata, saking terburu-burunya dan saking percaya dirinya, nomor yang tadi dipencet oleh si Tina bukannya nomor perusahaan remittance tapi nomor ponselnya sendiri. Maklum, selama ini tidak banyak yang bersedia menelepon Tina dan selalu Tinalah yang menelepon teman-temannya. Jadi, biar kesannya ada yang menelepon, ya terpaksalah menelepon diri sendiri lewat telepon rumah.

5 Februari 2008

0 comments: