Pramoedya Ananta Toer di Mata Seorang BMI
Ruby Setiadinanti*)
PERKENALANKU dengan sosok Pram, begitulah aku biasa menyebut Pramoedya Ananta Toer, berawal dari pertemuanku dengan seorang teman yang biasa meminjamkan buku-bukunya kepadaku.
Aku mengenal Pram juga dari sosok Nyai Ontosoroh, salah satu tokoh perempuan tangguh yang ada dalam tetralogi “Pulau Buru” (Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca).
Dalam bukunya, Pram berhasil menggambarkan sosok perempuan tangguh yang hidup sebagai Nyai. Namun sosok Nyai pada diri Nyai Ontosoroh tidaklah seperti Nyai-Nyai pada jaman dulu yang selalu dipandang rendah, dan hanya sebagai objek seksual dan ajang pamer tuan kolonial.
Nyai Ontosoroh adalah seorang perempuan yang berwibawa karena prinsipnya. Buat Nyai Ontosoroh, melawan itu sendiri adalah sebuah prinsip, terpisah dari soal akan menang atau tidak. Melawan kezaliman adalah sebuah kehormatan asal dilakukan secara terhormat.
Selain Nyai Ontosoroh, sosok lain yang memikatku dalam tetralogi ini adalah sosok Minke. Dari buku yang kubaca kemudian, aku tahu bahwa Minke merupakan gambaran Pram tentang Raden Mas Tirto Adisoerjo, seorang bapak pers Indonesia. Kisah tentang Tirto Adisoerjo sendiri ditulis khusus oleh Pram dalam bukunya yang berjudul Sang Pemula.
Minke memiliki semangat nasionalisme yang menggetarkan. Tapi yang paling menyentuhku adalah keberpihakannya kepada kaum tertindas.
Kisah-kisah orang yang berpihak kepada kaum tertindas inilah yang kulihat mewarnai buku-buku Pram yang kubaca. Ini bukan hanya dalam novel yang dia tulis, tapi juga dalan buku-buku nonfiksi, seperti Sang Pemula itu.
Buku nonfiksi karya Pram yang juga sempat kubaca adalah buku yang berjudul Panggil Aku Kartini Saja. Buku ini memberikan gambaran tentang sosok Kartini dari sudut yang lain. Bukan hanya Kartini sebagai pejuang emansipasi, tapi Kartini sebagai sosok yang juga berjuang untuk kaum miskin.
Dari bacaan dan obrolanku dengan kawan-kawan lainnya, aku tahu kemudian bahwa Pram sebenarnya menulis empat jilid buku tentang Kartini. Namun penyitaan dan pemberangusan karya-karya dia oleh rezim Orde Baru, membuat hanya dua jilid yang tersisa yang kemudian diterbitkan dalam judul Panggil Aku Kartini Saja tersebut.
Aku tak pernah tahu mengapa rezim Orde Baru bersikap kasar terhadap Pram. Padahal Pram sendiri berkali-kali dicalonkan sebagai kandidat peraih nobel.
Aku pernah mendengar bahwa nama Pram dikait-kaitkan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), partai yang dilarang oleh Soeharto karena katanya membawa kehancuran bangsa.
Namun anehnya, saat aku membaca buku-buku Pram, ak justru menemukan bahwa tulisan-tulisannya justru memberi pencerahan tentang bagaimana sebenarnya sejarah itu ada. Jarang sekali sekarang ini ditemui seorang penulis yang benar benar mau menulis tentang sejarah bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada saat sku membaca buku-buku karya Pram, aku menjadi benar-benar tahu tentang sejarah. Namun sayang, pada saat jaman aku sekolah dulu, dalam pelajaran Bahasa Indonesia tidak pernah diperkenalkan sosok Pramoedya Ananta Toer, apalagi karya-karyanya.
Sosok sastrawan yang kukenal saat itu hanya Chairil Anwar. Itu saja dalam sebuah puisi yang berjudul “Karawang Bekasi”.
Beruntung kemudian aku mengenal sosok Pram, meski pria kelahiran Blora 6 Februari 1925 tersebut kini sudah tiada.
Pram meninggal di Jakarta pada tanggal 3 April 2006 di usia 81 tahun. Pada tahun 1965 sampai tahun 1979, Pram ditahan di pulau Buru dengan tuduhan sebagai simpatisan PKI. Anehnya, ia dan ribuan tahanan lainnya tak pernah diajukan ke pengadilan atas tuduhan tersebut. Dalam penahanan inilah, lahir karya tetralogi Pram.
Pada tahun 2002, Pram bersama Iwan Fals dinobatkan sebagai Asia heroes oleh majalah Times Asia. Banyak tulisannya berisi tentang interaksi antarbudaya Jawa, Jawa secara umum, Belanda dan bahkan Tionghoa.
Dan pada 2004 dia mendapatkan Norwegian Author’s Union Award sebagai sumbangan nya kepada sastra dunia.
*) Penulis adalah Koordinator Bidang Sastra dan Jurnalistik SEKAR BUMI Hong Kong.
Monday, 26 May 2008
Opini
Labels: OPINI
0 comments:
Post a Comment